Minggu, 27 Mei 2012

Grasi Corby Berpotensi Langgar Sumpah Presiden


2GYBV.jpg


Pemberian grasi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kepada Schapelle Corby, warga negara Australia, berpotensi melanggar sumpah Presiden untuk menjalankan undang-undang.

"Pemberian grasi kepada Corby, berpotensi melanggar sumpah Presiden untuk menjalankan undang-undang dan peraturan pelaksanaannya selurus-lurusnya," kata Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana, di Jakarta, Senin (28/5/2012) pagi ini.

Menurut dia, sejak 1997 Indonesia telah meratifikasi United Nations Convention Against Illicit Traffic in Narcotic Drugs And Psychotropic Substances, dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1997 Tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika.

"Dalam konvensi yang melabel kejahatan perdagangan obat, narkotika dan bahan psikotropika sebagai kejahatan serius menentukan dalam Pasal 3 Ayat 6 bahwa pemerintah harus memastikan pengenaan sanksi yang maksimum," kata Hikmahanto.

Ia mengemukakan, pada Pasal 3 Ayat 7 diwanti-wanti bahwa narapidana jenis kejahatan ini bila hendak dibebaskan lebih awal, semisal melalui grasi, atau pembebasan bersyarat, harus mempertimbangkan bahwa kejahatan perdagangan narkoba merupakan kejahatan serius.

"Menjadi pertanyaan, apakah Presiden ketika mengabulkan grasi kepada Corby telah memperhatikan undang-undang tersebut. Bila memang sudah, apakah ada kepentingan yang lebih besar dari Indonesia kepada Australia, sehingga pemberian grasi dianggap sepadan dengan kepentingan nasional," kata Hikmahanto.

"Dua pertanyaan tersebut harus mendapat jawaban dari pemerintah. Presiden bisa memberi jawaban secara terbuka melalui media massa atau menunggu, ketika Gerakan Nasional Anti Narkotika (Granat) mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)," katanya.

"Gugatan Granat ke PTUN bisa jadi penyelamat bagi Presiden untuk tidak melanggar sumpahnya. Pemerintah dapat menyerahkan pada putusan hakim, apakah pemberian grasi Corby telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan rasa keadilan atau tidak," kata Hikmahanto.

Bila PTUN memutus pemberian grasi tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, utamanya UU Nomor 7 Tahun 1997, maka putusan ini bisa dijadikan dasar oleh pemerintah Indonesia kepada pemerintah Australia bahwa pemberian grasi urung diberikan kepada Corby.

"Presiden pun dengan adanya proses di PTUN, dapat terhindar dari sumpah jabatan yang diucapkan," kata Hikmahanto.


Sumber: Antara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar